Konsep IBD dalam Agama,
Filsafat dan Keindahan
Diajukan
sebagai tugas kelompok ilmu budaya dasar,alam dan sosial dasar
Disusun
Oleh:
Muhammad Radiansyah
Muhammad Rifal
Nurjannah
Jurusan :
EKI- Manajemen Syari’ah
Semester :
II (dua)
Matakuliah :
ISBD
FAKULTAS
SYARI’AH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA
UTARA
M E D
A N
2 0 11
Konsepsi
IBD dalam Agama, Filsafat dan Keindahan
A. Konsep Agama
Agama menurut kamus besar bahasa
indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada tuhan, ayau juga
disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata
“agama” berasal dari bahasa sanskerta agama yang berarti “tradisi”.[1]
kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa
religio dan berakar pada kata kerja religare yang berarti “mengikat kembali”
Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada tuhan.
Beberapa pendapat tentang agama adalah :
1. Dalam bahasa sanskerta
- kata “agama” berasal dari bahasa sansekerta yang berarti “tradisi”
- Dalam bahasa sansekerta, agama artinya tidak bergeruk ( Artul Mac Donnell)
- Agama bersal basaha sanskerta (yaitu bahasa agama Brahma pertama yang berkitab Veda) ialah peraturan menurut konsep Veda (Muhammad Gholib).
2. Dalam
bahasa latin
1.
Agama adalah hubungan antara manisia
dengan manusia super (Servius)
2.
Agama adalah pengakuan dan pemuliaan
kepada tuhan (J.Kramers Jz)
3. Dalam bahasa Eropa
1.
Agama adalah Sesuatu yang tidak dapat
dicapai hannya dengan tenaga akal dan pendidikan saja (Mc. Muller dan Herbert
Sepencer)
2.
Agama adalah kepercayaan kepada adannya
kekuasaan pengaturan yang bersifat luar biasa, pencipta dan pengendalian dunia,
serta pemberi kodrat rohani kepada manusia yang berkelanjutan sampai sesudah
manusia mati (A.S. Homby, E.V Gatenby, dan Wakefield)
3.
Dalam bahasa indonesia:
Ø
Agama adalah hubungan manusia yang
mahasuci yang dinyatakan dalam bentuk suci pula dan sikap hidup berdasarka
doktren tertentu (Sidi gazalba).
Ø
Agama adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya
dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut [2]
4.
Dalam
bahasa Arab
1. Agama
dalam bahasa arab ialah din,yang artinya:
Ø
Takut dan setia
Ø
Paksaan
Ø
Tekanan
Ø
Penghambaan
Ø
Perendahan diri
Ø
Pemerintahan
Ø
Kekuasaann
Ø
Siasat
Ø
Balasan
Ø
Adat
Ø
Pengalaman hidup
Ø
Perhitungan amal
Ø
Hujan yang tidak tetap turunnya
2.
Sinonim kata din dalam bahasa Arab ialah milah.perbedaannya, milah lebih memberikan titik berat pada
ketetapan,aturan, hukum, tatatertib,atau doktrin dari pada din.
B. Pengertian Agama
Kata agama berasal
dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti
kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi
fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau
sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya
tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara
integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan
realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu
disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai
kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata
religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang
berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio
termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya
dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara
horizontal (Sumardi, 1985:71)
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas
penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus
mempesonakan Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus
atau terdesak secara batiniah untuk merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang
mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan
dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam
hidupnya.
Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din
seperti yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat
3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984 : 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din,
sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan keselamatan
dunia dan akhirat. Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai
Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena
melalui syari’at itu hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang
ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan
doktrin.
Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis
(Andito ed, 1998:47) lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai
sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan.
Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang memandang agama
sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya sama-sama memandang
sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan keselamatan disini dan
diseberang sana.
Dengan agama orang mencapai
realitas yang tertinggi. Brahman dalam Hinduisme, Bodhisatwa dalam Buddhisme
Mahayana, sebagai Yahweh yang diterjemahkan “Tuhan Allah” (Ulangan 6:3) dalam
agama Kristen, Allah subhana wata’ala dalam Islam.
Sijabat telah merumuskan agama
sebagai berikut:
“Agama
adalah keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya
terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha
luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap
Tuhan, terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi,
1985:75)
Uraian
Sijabat ini menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap panggilan
yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang
terwujud dalam hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya dengan
segala isinya. Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari
atas atau wahyu yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.
1. Agama dan Budaya
Budaya
menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan,
tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar.
Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian,
berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat adalah budaya.
Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang
terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat,
ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama
terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif
tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan
berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan
Tuhan (Wach, 1998:187).
Lebih
tegas dikatakan Geertz (1992:13), bahwa wahyu membentuk suatu struktur
psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi
sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka.
Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam
bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah
disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi
manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu
agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis,
budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya
budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama.
Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak
dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara
pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada
juga nuansa yang membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh
Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara
Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang
ada di Indonesia.
Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh
dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif
dari kehidupan penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama
adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus
membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk
budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat
istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama.
Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang
berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek
realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
2. Agama dan budaya Indonesia
Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak
budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu
diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito,
ed,1998:77-79)
Lapisan pertama adalah agama
pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek
moyang yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti
sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan.
Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur
menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi. Oleh karena itu
maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka dari agama
pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan
nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme,
yang telah meninggalkan peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman
bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan
bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh.
Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama
Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan
keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas
diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisankeempat adalah agama
Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui
syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana
yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat
(amar makruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah
hal-hal yang disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama
Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam
hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih
dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitukasih tanpa syarat.
Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu
memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Atas dasar kasih maka gereja-gereja
telah mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan
pelayanan terhadap orang miskin.
Dipandang dari segi budaya,
semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk
mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping pengembangan budaya
immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya
material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai
peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori
pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah mewariskan
Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga
susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang beratap
landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini
tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan
alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar dalam bentuk perpaduan
antara Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan
perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya India
sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau (Philipus Tule 1994:159).
Kenyataan adanya legacy
tersebut membuktikan bahwa agama-agama di Indonesia telah membuat manusia makin
berbudaya sedang budaya adalah usaha manusia untuk menjadi manusia.
3. Agama-agama sebagai aset bangsa
Dari segi budaya, agama-agama di Indonesia adalah
aset bangsa, sebab agama-agama itu telah memberikan sesuatu bagi kita sebagai
warisan yang perlu dipelihara. Kalau pada waktu zaman lampau agama-agama
bekerja sendiri-sendiri maka dalam zaman milenium ke 3 ini agama-agama perlu
bersama-sama memelihara dan mengembangkan aset bangsa tersebut. Cita-cita ini
barulah dapat diwujudkan apabila setiap golongan agama menghargai legacy
tersebut Tetapi yang sering terjadi adalah sebaliknya sebab kita tidak sadar
tentang nilai aset itu bagi bagi pengembangan budaya Indonesia. Karena ketidak sadaran
itu maka kita melecehkan suatu golongan agama sebagai golongan yang tidak
pernah berbuat apa-apa. Kalaupun besar nilainya, tapi karena hasil-hasil itu
bukan dari golonganku, maka kita merasa tidak perlu mensyukurinya. Lebih buruk
lagi, jika ada yang berpenderian apa yang diluar kita adalah jahat dan patut
dicurigai. Persoalan kita, bagaimana kita dapat menghargai monumen-monumen
budaya itu sebagai milik bangsa, untuk itu kita perlu:
a. Mengembangkan
religius literMengeacy.
Tujuannya agar
dalam kehidupan pluralisme keagamaan perlu dikembangkan religious literacy,
yaitu sikap terbuka terhadap agama lain yaitu dengan jalan melek agama. Pengembangan religious literacy sama dengan pemberantasan
buta huruf dalam pendidikan. Kitaakui bahwa selama ini penganut agama buta
huruf terhadap agama diluar yang dianutnya. Jadi perlu diadakan upaya
pemberantasan buta agama, Karena buta terhadap agama lain maka orang sering
tertutup dan fanatik tanpa menh\ghiraukan bahwa ada yang baik dari agama lain.
Kalau orang melek agama, maka orang dapat memahami ketulusan orang yang
beragama dalam penyerahan diri kepada Allah dalam kesungguhan. Sikap melek
agama ini membebaskan umat beragama dari sikap tingkah laku curiga antara satu
dengan yang lain. Para pengkhotbah dapat berkhotbah dengan kesejukan dan
keselarasan tanpa bertendensi menyerang dan menjelekkan agama lain. (Budi Purnomo,
2003).
b.
Mengembangkan
legacy spiritual dari agama-agama.
Telah kita ungkapkan sebelumnya tentang legacy
spiritual dari setiap agama di Indonesia. Legacy itu dapat menjadi wacana
bersama menghadapi krisis-krisis Indonesia yang multi dimensi ini.
Masalah yang kita hadapi yang paling berat adalah masalah korupsi, supremasi
hukum dan keadilan sosial. Berdasarkan legacy yang tersebut sebelumnya, bahwa
setiap agama mempunyai modal dasar dalam menghadapi masal-masalah tersebut,
tetapi belum pernah ada suatu wacana bersama-sama untuk melahirkan suatu
pendapat bersama yang bersifat operasional. Agaknya setiap kelompok
agama di Indonesia sudah waktunya bersama-sama membicarakan masalah-masalah
bangsa dan penanggulangannya.
C.PENGERTIAN
FILSAFAT
Pemikiran Para
Ahli Filsafat Yunani Kuno
Istilah filsafat memiliki cinta pada kebijaksanaan atau
cinta pada pengetahuan. Para filsuf alam mengemukakan pandangannya tentang dasar atau asal mula segala
sesuatu serta peristiwa yang terdapat dalam alam ini. Asal atau dasar segala
sesuatu ialah air menurut Thales, udara menurut Anaximenes, api menurut
Herakleitos, bilangan atau angka menurut pendapat Phytagoras, atom-atom
dan ruang kosong menurut pendapat Leukippos dan Demokritos, dan empat
unsur utama menurut pendapat Empedokles. Pandangan lain
dikemukakan oleh tiga orang filsuf besar, yaitu Sokrates, Plato, dan Aristoteles.
Bagi Sokrates yang merupakan asas hidup manusia adalah jiwa. Plato
berpendapat adanya dunia ide yang merupakan dasar dari segala realitas yang
tampak, sedangkan Aristoteles mengemukakan pentingnya logika bagi
perkembangan pemikiran manusia menuju kepada kebenaran.
Beberapa Pandangan dan Cabang Filsafat
Pandangan
idealisme menyatakan bahwa realitas yang tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari
ide atau idea yang merupakan realitas yang fundamental. Implikasi dari pandangan ini
ialah adanya kecenderungan dari kelompok yang mengikutinya untuk menghormati
budaya dan tradisi serta hal-hal yang bersifat spiritual. Humanisme
memiliki dua arah, yakni humanisme individu dan humanisme sosial. Humanisme
individu mengutamakan kemerdekaan berpikir, mengemukakan pendapat, dan berbagai aktivitas yang
kreatif. Kemampuan ini disalurkan melalui kesenian, kesusastraan, musik,
teknologi, dan penguasaan tentang ilmu kealaman. Humanisme sosial
mengutamakan pendidikan bagi masyarakat keseluruhan untuk kesejahteraan
sosial dan perbaikan hubungan antarmanusia. Aliran empirisme berpandangan
bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman
adalah tanpa arti. Ilmu harus dapat diuji melalui pengalaman.
Dengan demikian kebenaran yang diperoleh bersifat a
posteriori yang berarti post to experience. Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya
sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang.
Kritisisme menjembatani kedua pandangan yaitu rasionalisme dan
empirisme. Empirisme menghasilkan keputusan-keputusan yang bersifat sintetis
yang tidak bersifat mutlak, sedangkan rasionalisme memberikan keputusan
yang bersifat analitis. Berpikir merupakan proses penyusunan keputusan
yang terdiri dari subjek dan predikat. Konstruktivisme intinya adalah bahwa
pengetahuan seseorang itu merupakan hasil konstruksi individu melalui
interaksinya dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Filsafat
dibagi dalam beberapa cabang atau bagian filsafat, yaitu epistemologi,
metafisika, logika, etika, estetika, dan filsafat ilmu. Epistemologi membahas
hal-hal yang bersifat mendasar tentang pengetahuan. Metafisika
dikemukakan oleh Andronikos dari kumpulan tulisan Aristoteles yang
membahas hakikat berbagai realitas yang diamati oleh manusia dalam dunia
nyata. Logika menekankan pentingnya penalaran dalam upaya menuju
kepada kebenaran. Etika disebut juga sebagai filsafat moral karena
menitikberatkan pembahasannya pada masalah baik dan buruk, kesusilaan dalam
kehidupan masyarakat. Estetika menekankan pada pembahasan keindahan,
sedangkan filsafat llmu membahas hakikat ilmu, penerapan metode filsafat
untuk menemukan alas realitas yang dipersoalkan oleh ilmu.
D. Konsep Keindahan
- Indah = kagum, cantik, molek => sifat menyenengkan , menarik, perhatian yang melekat pada objek => benda,ciptaan, perbuatan,dan keadaan.
- Sifat Keindahan
-
keindahan itu kebaikan
-
keindahanitu keaslian
-
keindahanitu keabadian
-
keindahan itu kewajaran
-
keindahan itu kebiasaan
-
keindahan itu relative
B.
keindahan dan Kebudayaan
Keindahan dalam kebudayaan merupakan keindahan
sebagai salah satu sifat manusia dalam karya cipta manusia.
C.
Keindahan Karya Cipta
Kreatifitas
Karya Cipta:
-
nilai dan sistem nilai yang asin
-
kemorosotan moral
-
penderitaan manusia
-
diskriminasi etnis
-
keagungan
tuhan
Kesimpulan
Keindahan yang bersifat universal, yaitu
keindahan yang tak terikat oleh selera perorangan, waktu, tempat atau daerah
tertentu. Ia bersipat menyeluruh. Segala sesuatu yang mempunyai sifat indah
antara lain segala hasil seni, pemandangan alam, manusia dengan segala anggota
tubuhnya dan lain sebagainya
Keindahan
pada dasarnya adalah almiah. Alam itu ciptaan tuhan. Ini berarti bahwa keindahan itu
ciptan tuhan. Keindahan menyangkut kualita hakiki dari segala benda yang
mengandung kesatuan (unity),keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetri), keseimbangan
(balance), dan pertentangan (contrast). Dari
cirri-ciri itu diambil kesimpulan,bahwa keindahan tersusun dari keselarasan dan
pertentangan darigaris,warna,bentuk,nada dan kata-kata.
Manusia
menikmati keindahan berarti manusia mempunyai pengalaman keindahan.
Pengalaman keindahan biasanya bersifat terlihat (visual) atau terdengar
(auditory) walaupun tidak terbatas pada dua bidang tersebut. Batas keindahan
akan behenti pada pada sesuatu yang indah dan bukan pada keindahan itu sendiri.
Keindahan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah , sedangkan
yang tidak ada unsur keindahanya tidak mempunyai daya tarik
Keindahan
merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya beraneka ragam. Salah satu
jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua benda yang dianggap indah
dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian
keindahan.
KEPUSTAKAAN
Andito, Atas Nama Agama,
Wacana Agama Dalam Dialog Bebas Konflik, Bandung, Pustaka
Hidayah, 1998.
Budi Purnomo, Alays,
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003.
Geertz, Clifford, Kebudayaan
dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Koentjaraningrat, Pengantar
Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Ranaka Cipta,1990
O’Dea, Thomas, Sosiologi
Agama, Jakarta: CV Rajawali, 1984.
Mulyono Sumardi, Penelitian
Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1982.
Tule, Philipus, Wilhelmus Julei, ed Agama-agama, Kerabat Dalam
Semesta, Flores:Penerbit Nusa Indah, 1994.
Wach, Jajachim, Ilmu Perbandingan agama, Jakarta : CV Rajawali, 1984.
[1] Menurut
kamus sanskerta-inggris Monier-Wiliams (cetakan pertama tahun 1989) pada entri
agama ..a traditional doctrine or precept, collection of such doctrines, sacred
(..); anyting handed down and fixed by traditional (as the reading of a text or
record, title deed, & c. )